Artikel Makalah, Kumpulan Makalah

Bakat Khusus

Merupakan kenyataan yang berlaku di mana-mana bahwa manusia berbeda satu sama lain dalam berbagai hal, antara lain dalam inteligensi, bakat, minat, kepribadian, keadaan jasmani dan perilaku sosial. Ada kalanya seseorang lebih cekatan dalam satu bidang kegiatan dibandingkan dengan orang lain. Dalam bidang tertentu ia mungkin menunjukkan keunggulannya dibandingkan dengan orang lain.

JTidak dapat dipungkiri pula bahwa ada perbedaan antara individu satu dengan yang lain dalam tingkat kemampuan atau prestasi mereka dalam musik, seni, mekanik, pidato, kepemimpinan, dan olahraga serta bidang lain. Sejauh mana perbedaan-perbedaan itu dibawa sejak atau hasil dari latihan atau pengalaman, akan merupakan topik yang dan sangat penting.
Prpgram pendidikan hendaknya dirancang tidak hanya memperhatikan kemampuan untuk belajar tetapi juga perlu mempertimbangkan kecakapan atau bakat yang dimiliki siswa.
1. Pengertian Bakat Khusus
Apakah bakat itu? Untuk menjawab pertanyaan ini telah muncul bermacam-macam pendapat yang satu sama lain mempunyai perbedaan-perbedaan. Menurut William B. Michael (Sumadi Suryabrata, 1991: 168) dapat diartikan sebagai berikut:
"An aptitude may be defined as a person's capacity, or hypothetical potential, for acquisition of a certain more or less well defined pattern or behavior involved in the performance of a task respect to which the individual has ill ad little or no previous training,"
Michael meninjau bakat itu terutama dari segi kemampuan individu untuk melakukan sesuatu tugas, yang sedikit sekali atau tidak tergantung ada latihan sebelunmya.
Selanjutnya Bingham memberikan definisi bakat sebagai berikut :
"An aptitude .. . as a condition or set characteristics regarded as symptomatic of an individual's ability to acquire with training some (usually specified) knowledge, skill, or set of responses such as the ability to speak language, to produce music, ...etc. (Sumadi Suryabrata, 1991:168169).
Dari definisi itu, Bingham menitikberatkan pada kondisi atau seperangkat siat-sifat yang dianggap sebagai tanda kemampuan individu untuk menerima latihan, atau seperangkat respon seperti kemampuan berbahasa, dan sebagainya.
Guilford (Sumadi S., 1991 : 169) mengemukakan bahwa bakat itu mencakup 3 dimensi psikologi, yaitu (1) dimensi perseptual, (2) dimensi psikomotor, dan (3) dimensi intelektual.
1) Dimensi perseptual
Dimensi perseptual meliputikemampuan dalammengadakan persepsi, dan ini meliputi faktor-faktor antara lain:
a) kepekaan indera
b) perhatian
c) orientasi waktu
d) luasnya daerah persepsi
e) kecepatan persepsi dan sebagainya.

2) Dimensi psikomotor
Dimensi psikomotor ini mencakup enam faktor, yaitu faktor:
a) Kekuatan
b) Impuls
c) kecepatan gerak
d) ketelitian yang terdiri atas dua macam, yaitu:
1) faktor kecepatan statis, yang menitik beratkan pada posisi
2) faktor ketepatan dinamis, yang menitikberatkan pada gerakan
e) Koordinasi
f) Keluwesan (fleksibility)

3) Dimensi intelektual
Dimensi inilah yang umumnya mendapat sorotan luas, karena memang dimensi inilah yang mempunyai implikasi sangat luas. Dimensi ini meliputi lima faktor, yaitu :
a) Faktor ingatan yang mencakup faktor ingatan mengenai :
(1) substansi,
(2) relasi,
(3) sistem
b) faktor ingatan mengenai pengenalan terhadap:
(1) keseluruhan informasi,
(2) golongan (kelas),
(3) hubungan-hubungan
(4) bentuk atau struktur
(5) kesimpulan
c) Faktor evaluatif, yang yang meliputi evaluasi mengenai :
(1) Identitas
(2) Relasi-relasi
(3) Sistem
(4) penting tidaknya problem (kepekaan terhadap problem yang dihadapi).
d) Faktor berpikir konvergen, yang meliputi faktor untuk menghasilkan:
(1) nama-nama,
(2) hubungan-hubungan
(3) sistem-sistem
(4) transformasi
(5) implikasi-implikasi yang unik

e) Faktor berpikir divergen, yang meliputi faktor:
(1) untuk menghasilkan unit-unit, seperti: word fluency, ideational fluency
(2) untuk pengalihan kelas-kelas secara spontan,
(3) kelancaran dalam menghasilkan hubungan-hubungan,
(4) untuk menghasilkan sistem, seperti: expressional fluency.
(5) untuk transformasi divergen,
(6) untuk menyusun bagian-bagian menjadi garis besar atau kerangka.

Dari ilusitrasi di atas menunjukkan betapa rumitnya kualitas manusia yang disebut bakat.
Jadi apakah sebetulnya yang dimaksudkan dengan istilah "bakat" (aptitude)? Apa bedanya dengan "kemampuan"? (ability), dan dengan kapasitas" (capacity), serta insting?
Bakat dapat diartikan sebagai kemampuan bawaan yang merupakan otensi (potential ability) yang masih perlu dikembangkan atau dilatih kemampuan adalah daya untuk melakukan suatu tindakan sebagai hasil dari pembawaan dan latihan. Kemampuan menunjukkan bahwa suatu tindakan dapat dilaksanakan sekarang, sedangkan "bakat" memerlukan latihan dan pendidikan agar suatu tindakah dapat dilakukan di masa yang akan datang. Kapasitas sering digunakan sebagai sinonim untuk "kemampuan" dan biasanya diartikan sebagai kemampuan yang dapat dikembangkan sepenuhnya di masa mendatang apabila latihan dilakukan secara optimal. Dalam praktik, kapasitas seseorang jarang tercapai. Insting umumnya terdapat pada hewan. di mana dengan insting itu hewan dapat melakukan sesuatu tanpa latihan sebelumnya.
Jadi bakat adalah kemampuan alamiah untuk memperoleh pengetahuan atau keterampilan yang relatif bisa bersifat umum (misalnya bakat intelektual umum) atau khusus (bakat akademis khusus). Bakat khusus disebut juga talent. (Conny Semiawan, dkk., 1987: 2).
Pengertian bakat khusus atau talent di sini dimaksudkan seseorang yang mempunyai kemampuan bawaan untuk bidang tertentu, misaluya bakat menggambar, sebagaimana dikemukakan oleh Webster (1957:14H6), sebagai berikut :
"Talent implies a native ability for a specific pursuit and conotes other that it is or can be cultivated by the one possessing it (a talent for drawing) ".

2. Jenis-jenis bakat khusus
Setiap orang mempunyai bakat-bakat tertentu, masing-masing dalam bidang dan derajat yang berbeda-beda.Usaha pengenalan bakat mula-mula terjadi pada bidang pekerjaan, tetapi kemudian juga dalam bidang pendidikan. Dalam praktiknya hampir semua ahli yang menyusun tes untuk mengungkap bakat bertolak dari dasar pikiran analisis faktor seperti yang dikemukakan oleh Guilford. Menunit Guilford, setiap aktivitas diperlukan berfungsinya faktor-faktor tersebut.
Pemberian nama terhadap jenis-jenis bakat biasanya dilakukan berdasar atas bidang apa bakat tersebut berfungsi, seperti bakat matematika bakat bahasa, bakat olahraga, bakat seni, bakat musik, bakat klerikal, bakat guru. bakat dokter dan sebagainya. Dengan demikian, maka macam bakat akan sangat lergantung pada konteks kebudayaan di mana seseorang individu hidup dan dibesarkan. Mungkin penamann itu bersangkutan dengan studi, mungkin pula dalam bidang kerja.


3. Kaitan antara bakat dan prestasi
Bakat memungkinkan seseorang untuk mencapai prestasi dalam bidang tertentu, akan tetapi diperlukan latihan, pengetahuan, pengalaman, dan, dorongan atau motivasi agar bakat itu dapat terwujud. Misalnya seseorang, mempunyai bakat menggambar, jika ia tidak pernah diberi kesempatan untuk mengembangkan, maka bakat tersebut tidak akan tampak. Jika orang tuanya menyadari bahwa ia mempunyai bakat menggambar dan mengusahakan agar ia mendapat pengalaman yang sebaik-baiknya untuk nengembangkan bakatnya, dan anak itu juga menunjukkan minat yang besar untuk mengikuti pendidikan menggambar, maka ia akan dapat mencapai prestasi yang unggul bahkan dapat menjadi pelukis terkenal. Sebaiknya, seorang anak yang mendapat pendidikan menggambar dengan baik, namun tidak memiliki bakat menggambar, maka tidak akan pernah mencapai prestasi unggul untuk bidang tersebut. Dalam kehidupan di sekolah sering tampak bahwa seseorang yang bakat dalam olahraga, umumnya prestasi mata pelajaran lainnya juga baik, tetapi sebaliknya dapat terjadi prestasi semua pelajarannya tidak baik. Keunggulan dalam salah satu bidang apakah bidang sastra, matematika atau seni, merupakan hasil nteraksi dari bakat yang dibawa sejak lahir dan faktor lingkungan yang mencapai prestasi yang unggul bahkan dapat menjadi pelukis terkenal. Sebaliknya, seorang anak yang mendapat pendidikan menggambar dengan baik, namun tidak memiliki bakat menggambar, maka tidak akan pernah mencapai prestasi unggul untuk bidang tersebut. Dalam kehidupan di sekolah sering tampak bahwa seseorang yang bakat dalam olahraga, umumnya prestasi mata pelajaran lainnya juga baik, tetapi sebaliknya dapat terjadi prestasi semua pelajarannya tidak baik. Keunggulan dalam salah satu bidang apakah bidang sastra, matematika atau seni, merupakan hasil interaksi dari bakat yang dibawa sejak lahir dan faktor lingkungan yang menunjang, termasuk minat dan dorongan pribadi.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bakat khusus
Kita hendaknya dapat membedakan antara anak berbakat yang sudah berhasil mewujudkan potensinya dalam prestasi yang unggul, misalnya prestasi sebagai pelukis atau pernah menjadi juara sayembara mengarang atau lomba seni suara, dan mereka yang potensial berbakat tetapi karena sebab-sebab tertentu belum berhasil mewujudkan potensi mereka yang unggul.
Adapun sebab atau faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bakat khusus atau mengapa seseorang tidak dapat mewujudkan bakat-bakatnya secara optimal, dengan kata lain prestasinya di bawah potensinya lapat terletak pada anak itu sendiri dan lingkungan.
1) Anak itu sendiri. Misalnya anak itu tidak atau kurang berminat untuk mengembangkan bakat-bakat yang dimiliki, atau kurang termotivasi untuk mencapai prestasi yang tinggi, atau mungkin pula mempunyai kesulitan atau masalah pribadi sehingga ia mengalami hambatan dalam pengembangan diri dan berprestasi sesuai dengan bakatnya.
2) Lingkungan anak. Misalnya orang tuanya kurang mampu untuk menyediakan kesempatan dan sarana pendidikan yang ia butuhkan, atau ekonominya cukup tinggi kurang memberi perhatian terhadap pendidikan anak.

5. Perbedaan individu dalam bakat khusus
Pada dasarnya setiap orang mempunyai bakat-bakat tertentu. Dua anak bisa sama-sama mempunyai bakat melukis, tetapi yang satu lebih menonjol daripada yang lain bahkan saudara sekandung dalam satu keluarga bisa mempunyai bakat yang berbeda-beda. Anak yang satu mempunyai bakat untuk bekerja dengan angka-angka, anak yang lain dalam bidang olahraga, yang lainnya lagi berbakat menulis (mengarang).
Sekali lagi perlu ditekankan bahwa setiap anak mempunyai bakat-
bakat tertentu, hanya berbeda dalam jenis dan derajatnya. Yang dimaksud
dengan anak berbakat ialah mereka yang mempunyai bakat-bakat dalam
derajat tinggi dan bakat-bakat yang unggul. Ada anak yang berbakat
intelektual umum, biasanya mereka mempunyai taraf inteligensi yang
tinggi dan menunjukkan prestasi sekolah yang menonjol. Adapula yang
mempunyai bakat akademis khusus, misalnya dalam matematika atau
dalam bahasa, sedangkan dalam mata nelajaran lainnya belum tentu
mereka menonjol. Ada anak yang inteligensinya mungkin tidak terlalu
tinggi tetapi unggul dalam kemampuan berpikir kreatif-produktif. Ada
pula anak yang bakatnya dalam bidang olahraga, atau dalam salah satu
bidang seni seperti melukis atau musik. Ada anak yang di sekolah tidak
termasuk siswa yang pandai, tetapi menonjol dalam keterampilan teknik.
Kita juga mengenal anakanak yang oleh teman-temannya atau oleh guru
selalu dipilih menjadi pemimpin, karena mereka berbakat dalam bidang
psikososial.
Jelaslah bahwa masalah dapat meliputi macam-macam bidang, termasuk misalnya bakat musik atau melukis dan lain-lain yang sifatnya non-intelektual. Upaya pengembangan bakat khusus remaja dan implikasi-implikasi jalan penyelenggaraan pendidikan bagaimana kita dapat mengenal, mengidentifikasi para remaja yang mempunyai bakat khusus? Bagaimana karakteristik atau ciri-ciri mereka? alat-alat apa yang dapat digunakan untuk mengetahui bakat-bakat khusus Semua informasi ini diperlukan sebelum dilakukan upaya bakat-bakat khusus remaja.
Sampai sekarang boleh dikata belum ada tes bakat yang cukup luas daerah pemakaiannya (seperti misalnya tes inteligensi); berbagai tes bakat yang sudah ada misalnya FACT (Flanagen Aptitude Clasification Test) yang disusun oleh Flanagen, DAT (fLANAGENaPTITUDE Clasification Test) oleh Binnet, M-Ttes (Mathematical and Technical Test) yang disusun oleh Luningprak masih sangat terbatas daerah berlakunya. Hal ini disebabkan tes bakat sangat terikat kepada konteks kebudayaan di mana tes itu disusun, sedang macam-macam bakat juga terikat kepada konteks kebudayaan dimana klasifikasi bakat itu dibuat.
Yang harus diukur oleh alat identifikasi adalah baik potensi (bakat pembawaan) maupun bakat yang sudah terwujud dalam prestasi yang tinggi. Alat ukur atau tes apa yang dipakai tentu saja tergantung pada macam bakat yang dicari.
Bagaimana orang tua dapat mengenal bakat khusus anak? Bakat anak dapat dikenali dengan observasi terhadap apa yang selalu dikerjakan anak, yang disukai anak, hal-hal yang dikerjakan anak dengan hasil baik, sesungguhan bakat anak bermanfaat bagi orang tua agar mereka dapat nemahami dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan anak. Dengan mengenal ciri-ciri anak berbakat, orang tua dapat menyediakan lingkungan pendidikan yang sesuai dengan bakat anak. Mereka dapat membantu anak memahami dirinya agar tidak melihat bakat sebagai suatu beban tetapi sebagai suatu nugerah yang harus dihargai dan dikembangkan. Manfaat lain dari kemampuan orang tua untuk mengenal bakat anak ialah agar orang tua apat membantu sekolah dalam prosedur pemanduan anak berbakat, dengan memberikan informasi yang dibutuhkan tentang ciri-ciri dan keadaan anak mereka.
Sekolah mengirim daftar/ciri-ciri perilaku kepada orang tua dengan penjelasan bahwa sekolah perlu mengetahui sifat-sifat siswa agar dapat merencanakan pengalaman pendidikan yang sesuai baginya. Sebagai contoh, orang tua diminta memberi keterangan tentang butir-butir berikut ini.
a. hobi dan minat-minat anak yang khusus
b. jenis buku yang disenangi
c. masalah dan kebutuhan khusus
d. prestasi unggul yang pernah dicapai
e. pengalaman-pengalaman khusus
f. kegiatan kelompok yang disenangi
g. kegiatan mandiri yang disenangi
h. sikap anak terhadap sekolah/guru
i. cita-cita untuk masa depan
Adapun kondisi-kondisi lingkungan yang bersifat memupuk bakat anak adalah keamanan psikologis dan kebebasan psikologis.
Anak akan merasa' aman secara psikologis apabila:
a. Pendidik dapat menerimanya sebagaimana adanya, tanpa syarat dengan segala kekuatan dan kelemahannya, serta memberi kepercayaan padanya bahwa pada dasarnya ia baik dan mampu.
b. Pendidik mengusahakan suasana di mana anak tidak merasa "dinilai" oleh orang lain. Memberi penilaian terhadap seseorang dapat dirasakan sebagai ancaman, sehingga menimbulkan kebutuhkan akan pertahanan diri
c. Pendidikan memberikan pengertian dalam arti dapat memahami pemikiran, perasaan, dan perilaku anak, dapat menempatkan diri dalam situasi anak dan melihat dari sudut pandang anak. Dalam suasana ini anak merasa aman untuk mengungkapkan bakatnya .
Anak akan merasa kebebasan psikologis apabila orang tua dan guru memberi kesempatan padanya untuk mengungkapkan pikiran-pikiran dan perasaan-perasaannya. Kecuali itu pendidikan hendaknya berfungsi mengembangkan bakat anak, jangan semata-mata menyajikan kumpulan pengetahuan yang bersifat skolastik.

Pada akhir masa remaja anak sudah banyak memikirkan tentang apa yang ingin ia lakukan dan apa yang ia mampu lakukan. Makin banyak mendengar tentang macam-macam kemungkinan, baik dalam bidang pendidikan maupun dalam pekerjaan, dapat membuatnya ragu-ragu mengenai apa yang sebetulnya paling cocok baginya. Dengan pengenalan bakat yang dimilikinya dan upaya pengembangannya dapat membantu remaja untuk dapat menentukan pilihan yang tepat dan menyiapkan dirinya untuk dapat mencapai tujuan-tujuannya.

C. Perkembangan Sosial
1. Pengertian perkembangan hubungan sosial
Beberapa teori tentang perkembangan manusia telah mengungkapkan bahwa manusia tumbuh dan berkembang dari masa bayi ke masa dewasa melalui beberapa langkah dan jenjang. Kehidupan anak dalam menelusuri perkembangannya itu pada dasarnya merupakan kemampuan mereka berinteraksi dengan lingkungan. Pada proses integrasi dan interaksi ini faktor intelektual dan emosional mengambil peranan penting. Proses tersebut merupakan proses sosialisasi yang mendudukkan anak-anak sebagai insan yang secara aktif melakukan proses sosialisasi.
Manusia tumbuh dan berkembang di dalam lingkungan. Lingkungan itu dapat dibedakan lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan sosial memberikan banyak pengaruh terhadap pembentukan berbagai aspek kehidupan, terutama kehidupan sosio-psikologis. Manusia sebagai makhluk sosial, senantiasa ia (mereka) berhubungan dengan sesama manusia. Bersosialisasi pada dasarnya merupakan proses penyesuaian diri terhadap lingkungan kehidupan sosial, bagaimana seharusnya seseorang hidup di dalam kelompoknya, baik dalam kelompok kecil maupun kelompok masyarakat luas. Interaksi seseorang dengan manusia lain diawali sejak saat bayi lahir, dengan cara yang amat sederhana. Sepanjang kehidupannya pola aktivitas sosial anak mulai terbentuk. Menurut Piaget interaksi sosial anak pada tahun pertama sangat terbatas, terutama hanya dengan ibunya. Perilaku sosial anak tersebut berpusat pada anaknya atau egocentric dan hampir keseluruhan perilakunya berpusat pada dirinya. Bayi belum banyak memperhatikan lingkungannya; dengan demikian apabila kebutuhan dirinya telah terpenuhi, bayi itu tidak peduli lagi terhadap lingkungannya, sisa waktu hidupnya digunakan untuk tidur. Pada tahun kedua anak sudah belajar kata "tidak dan sudah mulai belajar "menolak" lingkungan, seperti mengatakan "tidak mau ini", "tidak mau itu", "tidak pergi" dan semacamnya. Anak telah mulai mereaksi lingkungan secara aktif, ia telah belajar membedakan dirinya daripada orang lain, perilaku emosionalnya telah mulai berkembang dan lebih berperan. Perkenalan dan pergaulan dengan manusia lain segera menjadi semakin luas; ia mengenal kedua orang tuanya, anggota keluarganya, teman bermain sebaya, dan teman-teman sekolahnya. Pada umur-umur selanjutnya, sejak anak mulai belajar di sekolah, mereka mulai belajar mengembangkan interaksi sosial dengan belajar menerima pandangan kelompok (masyarakat), memahami tanggung jawab, dan berbagi pengertian dengan orang lain. Menginjak masa remaja interaksi dan pengenalan atau pergaulan dengan teman sebaya terutama lawan jenis, menjadi semakin penting. Pada akhirnya pergaulan sesama manusia menjadi suatu kebutuhan.
Kebutuhan bergaul dan berhubungan dengan orang lain ini telah mulai dirasakan sejak anak berumur enam bulan di saat anak itu telah mampu mengenal manusia lain, terutama ibu dan anggota keluarganya. Anak mulai mengenal dan mampu membedakan arti senyum dan perilaku sosial yang lain, seperti marah, (tidak senang mendengar suara keras) dan kasih sayang. Akhirnya setiap orang menyadari bahwa manusia itu saling membutuhkan. Dari uraian itu dapat dimengerti bahwa hubungan sosial (sosialisasi) merupakan hubungan antar manusia yang saling membutuhkan. Hubungan sosial dimulai dari tingkat yang sederhana dan terbatas, yang didasari oleh kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa dan bertambah umur, kebutuhan manusia menjadi semakin kompleks dan dengan demikian tingkat hubungan sosial juga berkembang menjadi amat kompleks. Pada jenjang perkembangan remaja, seorang remaja bukan saja memerlukan orang lain demi untuk memenuhi kebutuhan pribadinya, tetapi mengandung maksud untuk memenuhi kebutuhan bersama atau kebutuhan orang lain. Akhirnya dapat disimpulkan bahwa pengertian perkembangan sosial adalah berkembangnya tingkat hubungan antar manusia sehubungan dengan meningkatnya kebutuhan hidup manusia.

2. Karakteristik perkembangan sosial remaja
Remaja adalah tingkat perkembangan anak yang telah mencapai jenjang menjelang dewasa. Pada jenjang ini, kebutuhan remaja telah cukup kompleks cakrawala interaksi sosial dan pergaulan remaja telah luas. Dalam penyesuaian diri terhadap lingkungannya, remaja telah memperhatikan dan mengenal berbagai norma pergaulan, yang ada dengan norma yang berlaku sebelumnya di dalam keluarganya. menghadapi berbagai lingkungan, bukan saja bergaul dengan keluarganya tetapi juga sudah harus bergaul dengan berbagai kelompok" dengan demikian remaja mulai memahami norma pergaulan dengan kelompok remaja, kelompok anak-anak, kelompok dewasa, dan kelompok tua. Pergaulan dengan sesama remaja lawan jenis dirasakan yang paling penting tetapi cukup sulit, karena di samping harus memperhatikan pergaulan sesama remaja, juga terselip pemikiran adanya kebutuhan depan untuk memilih teman hidup.
Kehidupan sosial pada jenjang remaja uitandai menonjolnya fungsi intelektual dan emosional. Seseorang remaja dapat mengalami sikap hubungan sosial yang bersifat tertutup sehubungan dengan masalah yang dialami remaja. Keadaan atau peristiwa ini oleh Erik Erickson (dalam efton, 1982: 281) dinyatakan bahwa anak telah dapat mengalami krisis identitas. Proses pembentukan identitas diri dan konsep diri seseorang sesuatu yang kompleks. Konsep diri anak tidak hanya terbentuk dari bagaimana anak percaya tentang keberadaan dirinya sendiri, tetapi juga terbentuk dari bagaimana orang lain percaya tentang keberadaan dirinya. rickson mengemukakan bahwa perkembangan anak sampai jenjang dewasa melalui 8 (delapan) tahap dan perkembangan remaja ini berada tahap keenam dan ketujuh, yaitu masa anak ingin menentukan jati dirinya dan memilih kawan akrabnya. Sering kali anak menemukan jati dirinya sesuai dengan atau berdasarkan pada situasi kehidupan yang mereka alami. Banyak remaja yang amat percaya pada kelompok mereka dalam menemukan jati dirinya. Dalam hal ini Erickson berpendapat bahwa penemuan jati diri seseorang didorong oleh pengaruh sosio kultural. Tidak perti halnya pandangan Freud, kehidupan sosial remaja (pergaulan dengan sesama remaja terutama dengan lawan jenis) didorong oleh dan rorientasi pada kepentingan seksual. Semua perilaku sosial didorong oleh kepentingan seksual.
Pergaulan remaja banyak diwujudkan dalam bentuk kelompok-kelompok, baik kelompok kecil maupun kelompok besar. Dalam menetapkan pilihan kelompok yang diikuti, didasari oleh berbagai penimbangan, seperti moral, sosial ekonomi, minat, dan kesamaan bakat dan kemampuan. Baik di dalam kelompok kecil maupun kelompok besar, masalah yang umum dihadapi oleh remaja dan paling rumit adalah faktor penyesuaian diri. Di dalam kelompok besar akan terjadi persaingan yang berat, masing-masing individu bersaing untuk tampil menonjol, memperlihatkan akunya. Oleh karena itu sering terjadi perpecahan dalam kelompok tersebut yang disebabkan oleh menonjolnya kepentingan pribadi setiap orang. Tetapi sebaliknya di dalam kelompok itu terbentuk suatu persatuan yang kokoh, yang diikat oleh norma kelompok yang telah disepakati.
Nilai positif dalam kehidupan kelampok adalah tiap anggota kelompok belajar berorganisasi/memilih pemimpin, dan mematuhi aturan kelompok. Sekalipun dalam hal-hal tertentu tindakan suatu kelompok kurang memperhatikan norma umum yang berlaku di dalam masyarakat, karena yang lebih diperhatikan adalah keutuhan kelompoknya. Di dalam mempertahankan dan melawan "serangan" kelompok lain, lebih dijiwai keutuhan kelompoknya tanpa memperdulikan objektivitas kebenaran.
Penyesuaian diri di dalam kelompok kecil, kelompok yang terdiri dari pasangan remaja berbeda jenis sekalipun, tetap menjadi permasalahan yang cukup berat. Di dalam proses penyesuaian diri, kemampuan intelektual dan emosional mempunyai pengaruh yang kuat. Saling pengertian akan kekurangan masing-masing dan upaya menahan sikap menonjolkan diri atau tindakan dominasi terhadap pasangannya, diperlukan tindakan intelektual yang tepat dan kemampuan menyeimbangkan pengendalian emosional. Dalam hal hubungan sosial yang lebih khusus, yang mengarah ke pemilihan pasangan hidup, pertimbangan faktor agama dan suku sering menjadi masalah yang amat rumit. Pertimbangan masalah agama dan suku ini bukan saja menjadi kepentingan masing-masing individu yang bersangkutan, tetapi dapat menyangkut kepentingan keluarga dan kelompok yang lebih besar (sesama agama atau sesama suku).

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan- sosial
Perkembangan sosial manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: keluarga, kematangan anak, status sosial ekonomi keluarga, tingkat pendidikan, dan kemampuan mental terutama emosi dan inteligensi.

a. Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan kondisif bagi sosialisasi anak. Di dalam keluarga berlaku norma-norma kehidupan keluarga, dan dengan demikian pada dasarnya keluarga direkayasa Perilaku kehidupan budaya anak.
Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak banyak ditentukan oleh keluarga. Pola pergaulan dan bagaimana
dalam menempatkan diri terhadap lingkungan yang lebih luas
dan diarahkan oleh keluarga.

b. Kematangan
Bersosialisasi memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk mampu mempertimbangkan dalam prosessosiai, memberi dan menerima pendapat oranglain, memerlukan kematangan intelektual dan emosional. Disamping kemampuan berbahasa ikut pula menentukan.
Dengan demikian untuk mampu bersosialisasi dengan baik diperlukan kematangan fisik sehingga setiap orang fisiknya telah mampu menjalankan fungsinya dengan baik.


c. Status sosial ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status kehidupan sosial keluarga dalam lingkungan masyarakat. Masyarakatakan memandang anak, bukan sebagai anak yang independen akan tetapi akan dipandang konteksnya yang utuh dalam keluarga anak itu, "ia anak siapa". Secara tidak langsung dalam pergaulan sosial anak, masyarakat dan kelompoknya akan memperhitungkan norma yang berlaku di dalam keluarganya.
Dari pihak anak itu sendiri, perilakunya akan banyak memperhatikan isi normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya. Sehubungan hal, dalam kehidupan sosial anak akan senantiasa "menjaga" status sosial dan ekonomi keluarganya. Dalam hal tertentu, maksud "menjaga status sosial keluarganya" itu mengakibatkan menempatkan dirinya dalam pergaulan sosial tidak tepat. Hal ini dapat berakibat lebih jauh, yaitu anak menjadi "terisolasi"dan kelompoknya. Akibat lain mereka akan membentuk kelompok elit dengan normanya sendiri.

d. Pendidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif, akan memberi warna kehidupan sosial anak di dalam masyarakat dan kehidupan mereka di masa yang akan datang. Pendidikan dalam arti luas harus diartikan bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh kehidupan keluarga, masyarakat, dan kelembagaan. Penanaman norma perilaku yang benar secara sengaja diberikan kepada peserta didik yang belajar di kelembagaan pendidikan (sekolah).
Kepada peserta didik bukan saja dikenalkan kepada norma-norma lingkungan dekat, tetapi dikenalkan kepada norma kehidupan bangsa (nasional) dan norma kehidupan antar bangsa. Etik pergaulan dan pendidikan moral diajarkan secara terprogram dengan tujuan untuk membentuk perilaku kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

e. Kapasitas mental: emosi dan inteligensi
Kemampuan berpikir banyak mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Perkembangan emosi, seperti telah diuraikan di bab pertama, berpengaruh sekali terhadap perkembangan sosial anak. Anak yang berkemampuan intelektual tinggi akan berkemampuan berbahasa secara baik. Oleh karena itu kemampuan intelektual tinggi, kemampuan berbahasa baik, dan pengendalian emosional secara seimbangan sangat menentukan keberhasilan dalam perkembangan
sosial anak.
Sikap saling pengertian dan kemampuan memahami orang lain merupakan modal utama dalam kehidupan sosial dan hal ini akan dengan mudah dicapai oleh remaja yang berkemampuan intelektual tinggi.
Pada kasus tertentu, seorang jenius atau superior, sukar untuk bergaul dan kelompok sebaya, karena pemahaman mereka telah setingkat dan kelompok umur yang lebih tinggi. Sebaliknya kelompok umur lebih tinggi (dewasa) tepat "menganggap" dan "memperlakukan" sebagai anak-anak.

4. Pengaruh Perkembangan Sosial Terhadap Tingkah Laku
Dalam perkembangan sosial para remaja dapat memikirkan perihal dirinya dan oranglain. Pemikiran itu terwujud alam refleksi diri, yang sering mengarah ke penilaian diri dan kritik dari serta hasil pergaulannya dengan orang lain. Hasil penilaian tentang dirinya tidak selalu diketahui orang lain, bahkan sering terlihat usaha seseorang untuk menyembunyikan atau merahasiakannya. Dengan refleksi diri, hubungan dengan situasi lingkungan sering tidak sepenuhnya diterima, karena lingkungan tidak senantiasa sejalan dengan konsep dirinya yang.tercermin sebagai suatu kemungkinan bentuk tingkah laku sehari-hari.
Pikiran remaja sering dipengaruhi oleh ide-ide dari teori-teori yang menyebabkan sikap kritis terhadap situasi dan orang lain, termasuk orang tuanya. Setiap pendapat orang lain dibandingkan dengan teori yang diikuti atau diharapkan. Sikap kritis ini juga ditunjukkan dalam hal-hal yang sudah umum baginya pada masa sebelumnya, sehingga tata cara, adat istiadat yang berlaku di lingkungan keluarga sering terasa terjadi/ada pertentangan dengan sikap kritis yang tampak pada perilakunya.
Kemampuan abstraksi menimbulkan kemampuan mempermasalahkan kenyataan dan peristiwa-peristiwa dengan keadaan bagaimana yang semestinya menurut alam pikirannya. Situasi ini (yang diakibatkan kemampuan abstraksi) akhirnya dapat menimbulkan perasaan tidak puas dan putus asa.
Di samping itu pengaruh egosentris masih sering terlihat pada pikiran remaja.
1) Cita-cita dan idealisme yang baik, terlalu menitikberatkan pikiran sendiri, tanpa memikirkan akibat lebih jauh dan tanpa memperhitungkan kesulitan praktis yang mungkin tidak berhasil menyelesaikan persoalan.
2) Kemampuan berpikir dengan pendapat sendiri belum disertai pendapat orang lain dalam penilaiannya. Masih sulit membedakan pokok perhatian orang lain daripada tujuan perhatian diri sendiri. Pandangan dan penilaian diri sendiri dianggap sama dengan pandangan orang lain mengenai dirinya.
Pencerminan sifat egois sering dapat menyebabkan "kekakuan" para remaja dalam cara berpikir maupun bertingkahlaku. Persoalan yang timbul pada masa remaja adalah banyak bertalian dengan perkembangan fisik yang dirasakan menganggu dirinya dalam bergaul, karena disangkanya orang lain sepikiran dan ikut tidak puas mengenai penampilan dirinya. Hal ini menimbulkan perasaan "seperti" selalu diamati orang lain, perasaan malu dan membatasi gerak-geriknya. Akibat dari hal ini akan terlihat pada tingkah laku yang canggung.
Proses penyesuaian diri yang dilandasi sifat egonya dapat menimbulkan reaksi lain di mana remaja itu justru melebih-lebihkan diri dalam penilaian diri. Mereka merasa dirinya "ampuh" atau "hebat" sehingga dalam menantang malapetaka dan menceburkan diri dalam akiivitas yang acapkali dipikirkan atau direncanakan. Aktivitas yang dilakukan pada umumnya tergolong aktivitas yang membahayakan.
Melalui banyak pengalaman dan penghayatan kenyataan serta dalam menghadapi pendapat orang lain, maka sifat ego semakin berkurang. Pada akhir masa remaja pengaruh ego sentrisitas sudah sedemikian kecilnya. sehingga remaja sudah dapat berhubungan dengan orang lain tanpa meremehkan pendapat dan pandangar orang lain,

5. Perbedaan individual dalam perkembangan sosial
Bergaul dengan sesama manusia (sosialisasi) dilakukan oleh setiap orang, baik secara individual maupun berkelompok. Dilihat dari berbagai aspek, terdapat perbedaan individual manusia, yang hal itu tampak juga dalam perkembangan sosialnya.
Sesuai dengan teori kompreheinip tentang perkembangan sosial yang dikembangkan oleh Erickson, maka di dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya setiap manusia menempuh langkah yang berlainan satu dengan yang lain. Dalam teori Erickson dinyatakan bahwa manusia (anak) hidup dalam kesatuan budaya yang utuh, dan alam serta kehidupan masyarakat menyediakan segala hal yang dibutuhkan manusia. Namun sesuai dengan kemampuan, dan latar belakang kehidupan budayanya maka berkembang kelompok-kelompok sosial yang beranekaragam.
Remaja yang telah mulai mengembangkan kehidupan bermasyarakat, yang telah mempelajari pola-pola sosial yang sesuai dengan kepribadiannya.
Upaya pengembangan hubungan sosial remaja dan implikasinya dalam penyelenggaraan pendidikan.
Remaja yang dalam masa mencari dan ingin menentukan jati dirinya (memiliki sikap yang terlalu tinggi menilai dirinya atau sebaliknya. Ia mereka) belum memahami benar tentang norma-norma sosial yang berlaku di dalam kehidupan bermasyarakat. Keduanya dapat menimbulkan hubungan sosial yang kurang serasi, karena ia (mereka) sukar untuk menerima norma sesuai dengan kondisi dalam kelompok atau masyarakat. menentang dan sikap canggung dalam pergaulan akan merugikan dua belah pihak. Kesepakatan norma kehidupan remaja yang berbeda dengan kelompok lain, mungkin kelompok remaja lain, kelompok dewasa, kelompok anak-anak, akan dapat menimbulkan perilaku sosial yang kurang atau tidak dapat diterima oleh umum. Tidak sedikit perilaku yang berlebihan (over acting) akan muncul.
Penciptaan kelompok sosial remaja perlu dikembangkan untuk memberikan rangsang kepada mereka ke arah perilaku yang bermanfaat dapat diterima khalayak. Kelompok olahraga, koperasi, kesenian dan semacamnya di bawah asuhan para pendidik di sekolah atau para tokoh isyarakat didalam kehidupan masyarakat perlu banyak dibentuk. Khusus dalam sekolah perlu sering diadakan kegiatan bakti sosial, bakti karya, dan kelompok-kelompok belajar di bawah asuhan para guru pembimbing hendaknya dikembangluaskan.

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Bakat Khusus

0 komentar: